Konflik berasal dari kata kerja Latin configere
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Ada juga yang
megatakan bahwa konflik berasal dari bahasa Inggris “conflict.”
Adapun
sinonim (persamaan arti) daripada konflik yaitu: tawuran, pertikaian,
sengketa, pertengkaran, konfrontasi dan pertentangan
Dari
pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa konflik sangat luas
maknanya. Ia telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak manusia
ada di dunia. Dalam sejarah umat manusia, konflik pertama terjadi
antara dua putera Nabi Adam yaitu Kabil dan Habil, ketika
keduanya berkurban. Akan tetapi, kurban Habil yang dilandasi takwa
diterima oleh Allah, sementara kurban Kabil ditolak, kemudian dia
melampiaskan kemarahan dengan membunuh Habil, walaupun Habil sudah
menasehatinya bahwa yang bersalah adalah Kabil karena berkurban tanpa
dilandasi ikhlas dan takwa
Dampak Konflik terhadap manajemen
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan
dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif
maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh
karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat
seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam
menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan
yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada
waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara
efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang
produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan
kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam
organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja,
tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan
kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan,
intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja
semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan
aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau
bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan
kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan
(education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan
organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya
kesejahteraan karyawan terjamin.
2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2),
sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu
ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari
terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan
seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti
misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio,
berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada
di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai
alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap
atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi
tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan
yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat
mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit
untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang
aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai
hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat
sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme
pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan
sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin
atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat
intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang
keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa
menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena
produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya
untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul
pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak
lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu
konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan
terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki
keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus
menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena
mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh
perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada
orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau
peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”.
Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung
banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan
reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah
orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada
masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan
ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi
kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah
kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila
semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya
kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada
bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan
membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).
Sumber terjadinya konflik antara kelompok
Konflik bisa timbul kapan saja dengan berbagai macam penyebab yang kadang-kadang bisa sepele. Oleh karena itu, penyebab konflik bisa disebabkan:
1. Perbedaan pendirian dan perasaan,
2. Perbedaan latar belakang budaya,
3. Perbedaan kepentingan individu dan kelompok
4. Perubahan nilai yang cepat dan mendadak
Adapun jenis-jenis konflik menurut dahrendorft yaitu:
1. Konflik antara atau dalam peran sosial,
2. Konflik antar kelompok-kelompok sosial
3. Konflik kelompok terorganisasi dan tidak terorganisasi
4. Konflik antar satuan nasional (kampanye dan perang saudara)
5. Konflik antar atau tidak antar agama
Sedangkan akibat konflik
1. Meningkatkan solidaritas sesama (ingroup)
2. Keretakan hubunagn antar kelompok yang bertikai
3. Perubahan kepribadian pada individu misalnya timbul rasa dendam, benci dan saling curiga
4. Kerusakan harta benda dan kehilangan nyawa
5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu fihak yang terlibat dalam konflik.
6. Pertama-tama, penting untuk mengakui bahwa ada dua jenis konflik
Kosekuensi konflik dispungsional antar kelompok
, fungsional dan disfungsional. Konflik fungsional ada ketika konflik mendukung tujuan kelompok kerja, departemen, organisasi atau komunitas. Hal
ini dapat memiliki dampak yang sangat positif pada kualitas kerja dan
produktivitas, dan meningkatkan kinerja kelompok secara keseluruhan. Itu
karena melibatkan orang-orang yang benar-benar tertarik dalam
memecahkan masalah, yang bersedia untuk mendengarkan satu sama lain, dan
yang mencoba untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Karena
pihak yang berkonflik bersedia bekerja sama untuk menangani masalah di
tangan, konflik fungsional dapat membawa ide-ide yang beragam dan gaya
(dan menghilangkan "groupthink"), menyebabkan pertimbangan lebih banyak
pilihan, mengembangkan kreativitas dalam proses pemecahan masalah,
membuat orang tertarik dalam menangani masalah di tangan, dan akhirnya
menyebabkan keputusan yang lebih efektif.
Konflik disfungsional
Di sisi lain, konflik disfungsional terdiri dari perselisihan, perbedaan pendapat dan konflik yang menghambat kinerja kelompok. Jenis
konflik (yang sayangnya, adalah jauh lebih umum) biasanya melibatkan
orang yang tidak bersedia bekerja sama untuk menghasilkan solusi yang
saling menguntungkan. Sering kali, konflik jenis ini menjadi personal. Orang
bisa tumbuh untuk tidak menyukai satu sama lain, dan bahkan jika
konflik itu sangat kecil untuk memulai dengan, dapat tumbuh sangat
cepat. Itulah mengapa sangat penting untuk menangani konflik secepat mereka muncul. Konflik
disfungsional dapat membawa hasil negatif banyak dalam suatu organisasi
atau masyarakat termasuk penurunan kualitas komunikasi, ketidakpuasan,
hubungan yang rusak, penurunan produktivitas, kekompakan kelompok
berkurang dan kinerja, dan ketidakmampuan untuk mencapai tujuan
Pengelompokan Konflik Antar Kelompok
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai
kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga
harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon
karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun. Bagi
para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor
guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan.
Di
sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di
masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula
dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi
karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang
besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha
mereka.
Mengapa konflik timbul
Konflik di dalam kelompok biasanya disebabkan oleh :
a. kurangnya komunikasi antar kelompok
b. Perbedaan pendapat mengenai topik yang sedang dibahas.
c. Perbedaan kepentingan antar sesama anggota kelompok.
d. Berbedanya informasi yang diterima oleh anggota kelompok mengenai suatu persoalan.
Cara mengatasi konflik
1. Menghindar diri
2. Difusi
3. Konfrontasi (pertentangan)
4. Buatlah pilihan terbaik
5. Pikir sesuatu terlebih dahulu
- Santai
- Timbul kepasan diri
- Streotype positif terhadp kelompok sendiri
- Sterotype negatif terhadap kelompok lain
- Konsolidasi semakin kuat
Bagi kelompok yang kalah dalam konflik akan berdampak pada:
- Mencari alasan kenapa kalah
- Ketegangan meningkat
- Kelompok bekerja lebih keras
- Melakukan recovery
- Mencari kambing hitam atas kekalahan
- Konformitas menurun
- Menggantikan pemimpin
- Belajar lebih banyak